Camping di Pantai Ujung Pandaran, Kalimantan Tengah
Di Tahun 2020 banyak sekali surprise yang berlangsung, tetapi sayangnya banyak kejutannya tidak membahagiakan. Dari sisi ekonomi, sosial, pendidikan, alam khususnya kesehatan beralih benar-benar mencolok. Mengagumkan memang dampak epidemi, membuat gagasan beberapa orang jadi amburadul, begitu juga Saya.
Yang semula penuh semangat untuk usaha sendiri, harus kembali lagi terjun untuk cari kerja, supaya anak istri yang Tuhan amanahkan dapat saya bahagiakan.
Sesudah beberapa waktu rasa hawatir menyelimutinya untuk melancong keluar dari rumah, saya serta tiga rekan saya Hapini (yang awalnya temani pendakian Bukit Tahura pada narasi sebelumnya), Asfi (rekan traveling di KM.Kelimutu), serta Fadli (paling muda antara kami, pertama-tama turut temani). Kami putuskan untuk melangkahkan kaki kesuatu tempat untuk nikmati situasi tidak sama sesudah beberapa waktu terpenjara di rumah. Hehee
Dari perbincangan awalannya kami putuskan untuk ke pantai, tetapi belum tahu ingin ke pantai mana. Awalannya yang ingin dituju ialah Setiruk Beach, sebab tertaut jarak yang lumyan jauh serta medan masih tetap susah pada akhirnya kami putuskan untuk ke Pantai Ujung Pandaran serta menginap dari sana.
Bila bicara pantai, tidak akan ada habisnya pernyataan kata indah untuk salah satunya Ciptaan Tuhan ini. Buat saya ada di sini benar-benar menentramkan pemikiran. Indahnya langit di atas, bentangan pasir di bawah membuat saya mengucapkan syukur dapat kembali lagi mendapatkan kedamaian ini.
Melihat ombak yang tiba serta pergi, berikan motivasi saya akan permasalahan yang ditemui. Jika begitupun permasalahan dalam kehidupan, tentu akan tiba, tetapi pada waktunya dia akan pergi.
Berikut yang namanya perputaran kehidupan, terkadang kita suka, kadang-kadang kita susah.
Sambil bercakap serta mempersiapkan untuk makan malam, kami share pekerjaan untuk menyiapakan tempat membangun tenda. Saya serta Hapini kebagian membangun tenda, Asfi menempatkan hammok serta Fadli kebagian memasak, sebab antara kami berempat Fadli-lah yang jago masak. Sesudah usai kamipun menghidupkan api unggun untuk menghangatkan tubuh, supaya kami tidak kedinginan berguna juga untuk menghindari binantang buas bila sedang di alam terbuka.
Fadli telah mempersilahkan kami untuk mencicip masakan yang telah disediakannya, kamipun dengan selekasnya merapat serta bercampur selain api unggun untuk menikmatinya. Maklum, jam telah menujukan jam delapan malam, perut saya telah sudah teriak meminta isi (hehe).
Narasi terta bersambung sampai usai makan, ditemani suara ombak serta percikan air laut yang sedikit membasahi kami. Tidak berapakah lama Asfi menyuguhkan kopi, wahh makin asyik kami menceritakan.
Malam makin larut, Bulan serta Bintang sangat terasa dekat pada kami. Ya Tuhan... Saya benar-benar mengucapkan syukur dapat nikmati apakah yang Engkau buat ini.